Saturday, March 15, 2014

I'm here where I supposed to be

Pernah gak sih lo mikir apakah tempat dimana sekarang lo berada dan apa yang lo lakuin sekarang udah sesuai dengan apa yang lo pengen? Am I right there where I supposed to be? Apakah lo masih berada di satu garis lurus yang udah direncanain sebelumnya atau malah udah melenceng jauh dari jalur? Gue pernah denger banyak cerita tentang ini. Gimana rasanya beberapa temen gue yang ngaku salah ambil jurusan bahkan gimana jadinya beberapa orang yang gue kenal jatuh ke rutinitas pekerjaan yang gak mereka suka sama sekali. Mereka bergerak cuma karena kewajiban, dan berputar cuma karena rotasi bumi yang memaksa. Hasilnya? Sebagian ada yang gak pernah merasa puas dan selalu loncat dari satu tempat ke tempat lain, sebagian lainnya tetap tinggal karena memang gak ada lagi yang bisa dilakuin selain menerima.

Gue jadi inget waktu lagi iseng-iseng main ask.fm dan ngejawabin random questions, tiba-tiba ada pertanyaan kayak gini,

Which do you think is more important: following the dreams your parents want for you or following your own dreams?

Gue sempet bingung mau jawab apa. And then I replied, following the dreams my parents want for me is one of my own dreams.

Like, seriously. Dulu gue pengen banget bikin bangga orangtua dengan cara yang mereka mau, dan orangtua gue pengen banget gue kerja di bidang kesehatan. Cita-cita mainstream layaknya dokter dan teman-temannya. I was thinking that I could be something more than that, but at that time I thought being a doctor  is not really bad. They put a lot of expectations on me, and the only thing that I said is; I will try hard to make your dreams come true, but deep down this is not my dream. So if I couldn’t make it, please let me be what I wanna be.

Saat itu gue udah punya target jurusan yang mau gue ambil. Gue tau jelas apa yang akan gue pilih dan dimana gue akan berada nantinya. Tapi kembali lagi ke statement awal, gue masih pengen bikin bangga orangtua dengan cara yang mereka mau. Dan gue nepatin janji untuk usaha keras supaya apa yang mereka mau bisa terwujud. Jungkir balik gue belajar mati-matian dan sayangnya usaha keras aja belum cukup, gue belum beruntung. Orangtua gue masih belum juga nyerah, mereka gak mau ngelepas gue untuk ngelanjutin kuliah di bidang yang gue suka karena emang gue bakal jauh dari rumah dan jarang pulang. Mereka minta gue ikut tes di Departemen Kesehatan di bagian analis, and I passed the test. But.....I refused it.

Gue punya kesempatan untuk bikin bangga orang tua dengan cara yang mereka mau, tapi sayangnya gue harus nolak. Simply because itu bukan cara yang gue mau. And then more or less I said like this: I’m so sorry but I’ll take my scholarship and be what I wanna be. Aku pengen belajar di bidang yang aku suka, dan aku mau kalian dukung aku. I’ll take this responsibility and I promise I’ll make you proud with my own way. Hasilnya? Gue mungkin gak punya bayangan akan gimana jadinya gue sekarang kalo dulu nerima tawaran itu, tapi gue berani bertaruh bahwa gue yang sekarang jauh lebih baik dari apa yang gue rencanain dulu. Setidaknya gue belajar di bidang yang gue suka dan dengan itu gue bisa bertanggung jawab dengan keputusan yang gue ambil sendiri. Soal masa depan? Gak perlu khawatir, masa depan akan datang dengan sendirinya tanpa perlu diwanti-wanti. Cukup lakuin dan jadi yang terbaik dari diri lo sendiri.

Kembali ke masalah awal, terkadang pasti kita bingung kalo ada di posisi terlanjur ada di bidang yang gak kita suka sedangkan keinginan untuk memberontak semakin besar. Pilihannya cuma ada dua. Yang pertama, lo harus berani ambil resiko untuk keluar dari zona nyaman dan kejar apa yang lo pengen. Misalnya lo punya hobi yang bener-bener bikin lo ngerasa hidup daripada rutinitas yang lo lakuin selama ini, lo selalu punya pilihan kok, masalahnya apakah lo berani atau nggak. Tapi pastiin baik-baik, begitu lo keluar dari lingkungan lo yang sekarang, lo gak akan nyesel dan gak akan bikin kecewa orangtua. Dan pastiin lagi, bahwa lo hanya butuh loncat satu kali, because too much is just too much. Lo gak bisa selamanya terus lari demi gengsi atau tuntutan dari lingkungan yang maksa lo harus jadi apa, kuliah atau kerja dimana cuma karena gengsi pengen ada di tempat yang dianggap orang lebih baik.


Pilihan yang kedua, lo hanya perlu menerima. Ironis memang kalo pada akhirnya apa yang lo suka dan minat cuma bakal jadi hobi, padahal lo punya kesempatan supaya bikin keinginan lo jadi kenyataan. Terkadang beberapa hal gak perlu dipertanyakan dan lo hanya perlu menerima bahwa sejak awal ketakutan lo untuk mengambil resiko jauh lebih besar daripada keinginan lo sendiri. Pada akhirnya lo akan tetap di tempat yang sama dan tertinggal. Kalo gini solusinya tinggal satu, lo harus bisa bikin seimbang keduanya. Kewajiban dilakuin, tapi hobi tetep jalan. Emang susah, tapi itu harga yang harus dibayar karena hidup bakal terus berjalan dan gak peduli lo suka atau nggak. Life goes on, and you have to make so many decisions in every step you’ve taken. Intinya, lo bisa memutuskan untuk mencintai apa yang lo punya sekarang.