Wednesday, August 21, 2013

Pelarian di Waktu Senggang

Pernahkah kau merasa begitu sulit untuk sekedar percaya? Bagiku, memberikan kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan selayaknya kau membalikkan telapak tangan. Hidup mengajarkanku bahwa tidak ada pihak lain yang bisa dipercayai sepenuhnya kecuali Tuhan dan diriku sendiri. Kesannya terlihat seperti menjauhi kehidupan dengan terkungkung dalam dunia milik pribadi. Bukan, bukan seperti itu. Aku pernah begitu percaya, pada kekuatan energi dahsyat bernama cinta yang begitu diagung-agungkan orang banyak. Aku merasakan apa yang disebut jatuh cinta, lalu tanpa diminta alam bawah sadarku menaruh kepercayaan sepenuhnya pada sosok yang kukira merupakan pangeran berkuda putih. Meski aku bukan putri dari negeri antah berantah, aku berharap dan percaya pebuh bahwa ia akan membawaku menjalani kehidupan yang lebih baik. Tapi kenyataan menghempasakanku. Benar kata orang, jika kau terlalu percaya maka kau nantinya akan merasakan luka yang terlalu dalam. Sejak sosok itu pergi, aku ingin menyerah pada cinta. Aku hanya percaya pada kekuatan cinta kasih yang diberikan oleh Tuhan, keluarga dan kerabat. Tidak, aku tidak ingin terjebak pada cinta yang tidak abadi lagi.

Lalu kau datang.
Aku tidak akan bercerita seolah-olah aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tidak, itu terlalu klise untuk hidupku yang terlampau realistis. Kau berarti lebih karena rasa nyaman yang kau berikan itu sama indahnya saat dulu kala dimana aku belum tergores luka. Tutur kata dan tatapanmu menjanjikan bahwa nantinya tidak akan ada derita. Kaulah sosok yang selalu ada saat aku benar-benar membutuhkan bahu sebagai sandaran. Sosokmu yang menghapus mimpi buruk dari kisah masa laluku yang kelam. Lalu tanpa sadar, aku kembali bisa percaya. Mengumpulkan sisa-sisa serpihan jiwa dan hati yang hancurnya sudah lebih dari lebur bukanlah perkara mudah. Aku harus benar-benar menata hati, menegaskan jiwa, dan memperhitungkan logika agar harga diriku sebagai perempuan tidak lagi terinjak hanya karena salah langkah. Aku butuh waktu untuk percaya kembali, bahwa pangeran yang akan menjemputku nantinya merupakan pantulan dari sosokmu.

Lalu ketika aku sudah siap, kau telah bersamanya.
Mungkin kau lelah menanti, mungkin juga kau bosan menunggu yang tak pasti. Atau mungkin aku yang terlalu lama menikmati waktu dalam kesendirian dan mengabaikanmu yang selama ini selalu menunggu di pintu depan. Berharap untuk dibukakan. Lalu karena cinta yang terlambat ini, aku hanya bisa menatap sosokmu dari belakang karena kau telah berpaling padanya. Mataku buta, hatiku tertutup rapat. Karena ketika kau katakan bahwa kita masih punya harapan untuk bersama, aku menyanggupinya. Ini seperti tanda tangan kontrak untuk menjadi kekasih gelap. Wanita yang selalu dinomor duakan. Tapi sekali lagi, akal pikiranku tidak berfungsi normal. Hati mengambil alih logika hingga aku hanya bisa menjadi kekasihmu di belakang layar saja. Aku memandangimu dengan hati-hati saat berkumpul dengan teman-teman lain, hanya agar tidak ada orang lain yang tahu bahwa kita sebenarnya masih saling terkait. Aku berlindung dibalik senyum palsu dan terpaksa menjauh darimu hanya agar kekasihmu tidak menaruh rasa curiga sedikitpun. Aku bersabar sewaktu kau membatalkan janji bertemu demi wanita itu. Keegoisanku berkata, biar saja kau bersamanya toh nantinya kau akan kembali padaku.

Tapi sikapmu yang semakin memprioritaskannya melemparkanku pada kenyataan. Kenyataan bahwa selama ini aku hanya kau jadikan sebagai wanita simpanan. Aku yang kau cari kala harimu sedang bosan atau pikiranmu sedang kacau. Kau bersandar pada pundakku saat butuh kekuatan, lalu ketika jiwamu sudah kembali normal, kebahagiaan malah kau bagi dengannya. Tidakkah kau berpikir bahwa pedih rasanya disembunyikan? Aku hanya kau jadikan sebagai ban cadangan yang akan kau gunakan saat keadaan mendesak. Yang menjadi pilihan terakhir saat seluruh ban utama sudah pecah. Padahal kau membutuhkanku untuk bisa kembali berjalan, tapi aku akan kembali kau lepaskan jika ban-ban lain yang lebih bagus itu sudah pulih kembali kondisinya.
Lalu bagaimana denganku? Aku akan kembali ditempatkan di bagasi belakang sembari memandang perjalananmu dengannya dari tempat yang tidak terjangkau. Sekarang kutegaskan saja, bahagiakanlah wanita itu sepenuhnya. Ambillah kembali semua kenangan manis yang selama ini kau berikan, aku sudah tidak membutuhkannya. Aku akan mencari pria yang sanggup menjadikanku sebagai prioritas utama. Pria yang tidak menjadikanku pelarian di waktu senggang saja.



Teruntuk Dinda, sahabat sepanjang masa. Pengalaman memperluas pembelajaran.
Jangan galau lagi ya!