Saturday, November 2, 2013

Theory of Dream



Sejak kecil, gue punya banyak mimpi tentang masa depan, tentang bakal jadi apa gue nantinya. Mulai dari jadi dokter karena pengen nolongin orang, jadi penulis simply karena gue rutin nulis diary, sampe jadi tour guide profesional yang kerjaannya mondar mandir keliling dunia. Mungkin ada orang yang cuma punya satu mimpi seumur hidup yang dia bawa sampe kapanpun tanpa niat untuk merubah mimpi tersebut, tapi ada juga manusia-manusia super labil seperti gue yang semakin dewasa malah semakin bingung pengen jadi apa. Nggak mudah untuk bisa jadi konsisten, ngebawa satu impian terbesar lo seumur hidup dan mati-matian ngejer itu supaya bisa terwujud. Semakin dewasa, automatically keputusan yang lo ambil menyita lebih banyak logika daripada perasaan. Itu juga berarti impian lo akan dipengaruhi oleh hal-hal eksternal selain kemauan lo sendiri, misalnya keinginan orang tua atau tuntutan lingkungan. Tapi untuk manusia sejenis gue, bukan hal-hal semacam itu yang bikin impian gue gak pernah bertahan tetap dalam jangka waktu lama, tapi justru ada banyak hal-hal internal dari diri gue sendiri yang kadang jadi pengganggu. Misalnya, ada banyak hal yang gue suka dan gue minatin, dan dari situ juga ada banyak prospek yang bisa dijadikan pilihan sebagai impian, dan itu makin bikin gue bingung.

            Bicara soal mimpi, gue jadi inget beberapa quotes dari orang atau film yang begitu mengagung-agungkan kekuatan dari sebuah mimpi. Seperti misalnya Agnes Monica yang jungkir balik meyakinkan orang banyak dengan theory of believing dreams-nya itu. Dia bilang dengan percaya akan kekuatan sebuah mimpi dan usaha, you could make it happen. Atau seperti katanya Herjunot Ali di film 5cm, “Mimpi akan membuat manusia lebih dari sekedar seonggok daging yang punya nama”. Atau yang paling lucu adalah salah satu kutipan dialog dari novel Melbourne yang masih gue inget sampe sekarang. Saat si cewek gak rela pacarnya mengejar mimpi terbesarnya di negara orang, si cowok berkata kira-kira begini; “Hanya karena lo gak punya mimpi, bukan berarti lo bisa seenaknya menghina dan menghancurkan mimpi orang lain. You are the pathetic person complaining about not having a dream, tentang gak punya destinasi kehidupan yang jelas karena masih belom tahu siapa elo sebenarnya. Jadi jangan bawa-bawa gue dalam teori lo yang messed up itu. I’m not like you.”

            Dari semua itu, gue jadi mikir apakah serendah itu derajat orang-orang yang gak punya mimpi spesifik tentang masa depannya sampe bisa dibilang Cuma seonggok daging yang punya nama? Bukan berarti gue gak percaya tentang teori mewujudkan mimpi dan sebagainya, tapi apa yang salah dari orang-orang yang belum bisa menentukan patokan khusus tentang akan jadi apa dirinya di masa yang akan datang? Mungkin dalam hidup, lo akan menemukan orang yang seolah hidupnya sudah terencana dan tertata rapi. Memperoleh gelar cum laude saat lulus kuliah, bekerja di perusahaan ternama dengan jabatan dan gaji diatas rata-rata, serta menikah sebelum umur kesekian. Positifnya adalah, orang-orang seperti itu adalah tipe yang konsisten dan disiplin dalam hidup. Mereka tahu benar apa yang mereka inginkan berikut cara mewujudkannya, tapi bukan berarti orang yang belum tahu mimpi terbesarnya adalah orang-orang tanpa tujuan hidup yang jelas. Berani taruhan, inti dari semua perjalanan hidup yang orang inginkan adalah ending yang bahagia. Tapi hidup bukan hanya sekedar menjadi bahagia sesuai tata aturan. Terkadang lo juga harus peduli bagaimana proses menuju kebahagiaan itu. Jadi menurut gue, orang yang punya banyak keinginan dan mimpi itu hanya belum menemukan apa yang mereka mau dalam hidup untuk jangka waktu yang lama. Life is a matter of perspective.

            Ini bukan berarti gue gak setuju dengan beberapa quotes yang udah gue sebutin sebelumnya, tapi menurut gue mimpi lo yang tinggi itu gak akan ada gunanya sama sekali kalo lo gak berusaha bangun dan mewujudkan. Akan mudah bagi mereka untuk mengajak kita percaya pada mimpi karena tentunya mereka ini sudah sukses atau setidaknya punya satu mimpi besar yang mereka percayai. But the things is, kita yang menjalani. Mungkin ada banyak yang gak setuju dengan ini, tapi gue lebih memilih untuk menjadi orang dengan keinginan yang banyak dan gak terlalu mengangung-agungkan mimpi, daripada jadi orang yang hanya bisa bermimpi. It couldn’t even make me a better person. Gue gak mau jadi orang seperti itu.

            Mungkin sampai sekarang kalau ada yang nanya tentang mau jadi apa gue di masa yang akan  datang, gue masih belum bisa menjawab jelas. Selama ini gue selalu bertanya-tanya tentang banyak hal, kenapa begini kenapa begitu. Lalu kemudian lama-kelamaan gue jadi sadar, mungkin sebaiknya gue berhenti bertanya-tanya. I should stop questioning anything and start doing everything. Lakukan saja apa yang terbaik yang bisa kita lakukan dan jangan sia-siain semua kesempatan yang ada di depan mata. Toh juga gak punya satu mimpi besar gak akan bikin lo jadi pecundang. Bakal jadi apa kita nantinya, itu urusan belakangan. Bagi sebagian orang mungkin ini aneh, tapi gue lebih memilih untuk mengendalikan daripada dikendalikan oleh mimpi.