Monday, January 30, 2012

Tenang Saja, Aku Bisa Menjadi Kamu.. (cerpen)

Hanya kesetiaan dan pengorbanan kecil ini yang bisa kuberi
Aku bisa menjadi kamu...




Aku bosan berada disini. Aku tampak seperti laki-laki lemah yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Aku malu dengan perempuan kecil itu, yang sudah ku janjikan untuk hidup bahagia nantinya bersamaku. Tapi sekarang? Rumah sakit inilah tempat tinggalku. Ah, aku sudah merasa begitu lelah berada disini. Kadang aku menangis dalam doa malam, apakah jantungku yang lemah ini akan mengakhiri janjiku padanya? Dia yang begitu setia berada disisiku sejak dulu.

"Kamu ngelamun terus hari ini. Kenapa?". Suaranya yang lembut menyadarkanku. Disebelahku ia duduk dengan kedua tangan di dagu, sejak tadi memandangiku. Ah... dia ini. Apa jadinya aku tanpanya? Harusnya aku bersyukur masih diberikan cukup umur untuk bertahan hidup oleh Tuhan. Harusnya aku tidak boleh mengeluh dan berjuang untuk sembuh. Ku acak-acak rambutnya sambil tertawa kecil, hal yang sungguh ku suka karena selanjutnya dia pasti akan cemberut dan sibuk menata rambutnya kembali.

"Suka-suka aku dong. Aku lagi mikirin seseorang....", jawabku seiring tersenyum jahil. Perlahan raut wajahnya berubah, "Pasti aku ya? Iya kan?", tanya-nya ceria. Ya. Dia selalu ceria walaupun sebenarnya mudah tersentuh dan cenderung cengeng. Dia suka bercerita apa saja asalkan bisa terus berbicara. Saat tertawa, kedua ujung bibirnya akan terangkat lebar dan matanya akan menyipit. Aku suka sekali.

"Dih, pede aja. Pokoknya dia itu orang yang penting selain orang tua dan keluarga aku". Mendengar jawabanku dia berhenti bertanya. Aneh, biasanya dia akan tetap bertanya jika sudah terlanjur penasaran. Sudahlah, mungkin dia juga sudah tau.

Sudah lebih dari dua bulan aku berada di rumah sakit ini. Sebenarnya aku sudah menderita lemah jantung sejak kecil, tetapi tidak begitu ku hiraukan. Mama dan papa juga sudah pernah mengobatiku dahulu dan kelihatannya penyakit ini pergi begitu saja. Tapi seiring bertambahnya umur, kondisiku semakin tidak stabil saja. Kadang tiba-tiba dadaku sakit walaupun tidak sedang terkejut. Aku yang masih duduk di bangku SMA saat itu memberanikan diri menerima kertas hasil pemeriksaan di rumah sakit seorang diri. Aku tentu saja tidak ingin orangtuaku dan dia tau. Dokter berkata aku harus segera menjalan pengobatan intensif walaupun hanya rawat jalan.

Aku sudah bersamanya sejak sekitar lima tahun yang lalu. Saat kami berdua masih menganggap sebuah hubungan tidak untuk terlalu dipusingkan. Tapi hatiku memilihnya karena apapun yang ada pada dirinya sampai sekarang.

"Kamu inget nggak dulu kamu pernah nyelamatin aku waktu aku hampir ditabrak mobil?", pertanyaannya kembali membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum melihatnya. Tentu saja aku tidak pernah lupa. Saat itu aku meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim kesukaannya. Dia yang tidak bisa diam itu pergi menyusul ke sebrang jalan dengan wajah polos, tanpa menyadari sebuah mobil sedan melaju kencang tepat ke arahnya. Jantungku rasanya ingin meledak. Cepat aku berlari tanpa mempedulikan panggilan si tukang es dan jantungku yang mulai terasa tertusuk. Yang ada di benakku hanya sosoknya dan jarak mobil itu yang sudah semakin dekat. Saat aku berhasil menyelamatkannya, ia menangis dan tanpa henti meminta maaf.

"Aku nggak akan pernah lupa. Dasar ceroboh", ujarku membelai rambutnya. Matanya kembali berkaca-kaca.

"Aku mau kali ini kamu nyelamatin nyawa kamu sendiri. Dokter udah bilang kan kalo kamu bisa transplantasi jantung secepatnya?". Ah ya, tadi pagi dokterku mengatakan itu. Sontak aku mengangguk, aku ingin secepatnya pulih dan melanjutkan mimpi dan hidupku. Ia tertawa senang dengan bulir air mata yang hampir menetes.

Hari itu datang juga. Aku sudah berada di ruang operasi ini cukup lama tanpa boleh ditemani oleh satu anggota keluargapun. Rasanya tentu saja tegang dan takut, tapi keinginanku untuk sembuh mengalahkan segalanya. Entah sudah berapa jam aku tidak sadarkan diri. Saat pertama kami kubuka mata, yang terlihat adalah mama, lalu disusul oleh papa serta adik dan kakakku bergantian karena aku hanya diperbolehkan dijengok oleh satu orang. Mama terlihat senang sekali sampai menangis bahagia setelah tau bahwa operasiku berjalan lancar dan aku akan segera pulih.

Lalu saat aku sudah bisa duduk sendiri, mama memberiku surat itu. Ia bilang dari perempuan kecilku. Kemana dia? Tidak taukah dia semangatku ini karenanya? Ku baca kata demi katanya..



...
Aku tau kamu pasti akan sembuh secepatnya

Bukankah aku sudah berkata kamu akan menyelamatkan nyawamu sendiri?
Aku bahagia melihatmu... Aku bahagia dari tempatku sekarang berada

Awalnya aku bingung bagaimana aku bisa berguna bagimu, lalu akhirnya aku tau apa yang bisa ku lakukan. Maaf jika aku menyembunyikan kanker pankreas ini sejak lama. Aku hanya ingin menjadi aku yang biasanya di hadapanmu tanpa perlu terbebani dengan beberapa bulan sisa hidupku. Nyatanya aku bahagia jika kau bahagia.

Dengan jantungku yang ada padamu sekarang, aku tau selamanya kau akan mencintaiku. Selamanya kau akan merasakan cintaku dan pengorbanan kecil ini. Jantungku ini tidak akan membuatmu sakit. Aku tidak akan membuatmu sakit..

Jadi hiduplah, hiduplah dengan bahagia. Karena mulai sekarang aku juga akan merasakan apa yang kau rasa di jantungmu itu. Hiduplah dengan rasa cintaku ini..

Kau tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu menjagamu. Jadi teruskanlah mimpimu walaupun dengan orang lain. Hanya kesetiaan dan pengorbanan kecil ini yang bisa kuberi. Aku bisa menjadi kamu...