Aku tak peduli seberapa lama Tuhan memberikan sisa waktu
Bagiku ada mama disini sudah cukup..
Bagiku ada mama disini sudah cukup..
Teriknya matahari siang mengerutkan keningku. Panas sekali disini! Belum lagi aku harus berjalan kaki pulang ke rumah. Memang tidak terlalu jauh tapi tetap saja lima belas menit. Ku tendang terus menerus kaleng bekas minuman ringan itu. Mood-ku sedang jelek. Sepertinya memang selalu. Aku benci mengapa mama tidak mengizinkanku membawa kendaraan ke sekolah, padahal motor dirumah tidak pernah dipakai. Anak laki-laki dijemput sepulang sekolah? Kedengarannya terlalu...manja.
Aku tau jelas alasan mama melakukan ini. Mama melarang keras untuk aku melakukan apapun yang berbahaya baginya. Yang bisa membuatku terluka. Bahkan aku tidak pernah mengikuti praktek olahraga di sekolah. Mama melarangku dan mengatakan bahwa itu terlalu beresiko. Sayangnya ini tidak bisa dijelaskan dengan mudah pada teman-teman di sekolah dan aku tetap saja seorang anak laki-laki manja yang bahkan fisiknya tidak kuat untuk sekedar bermain basket atau sepak bola. Padahal bukan seperti itu. Hah..sudahlah.
Akhirnya sampai juga!, teriakku dalam hati. Mama sedang membaca tabloid gosip saat aku memasuki ruang tengah. Sengaja tidak ku tegur, karena memang biasanya mama tidak akrab padaku ataupun papa. "Kenapa kamu jalan kaki? Mama kan udah bilang naek taksi aja. Kalo ada apa-apa gimana?", ujarnya seraya menoleh. Aku menjawab sekenanya, "Males ah. Toh juga ngabisin duit. Naek taksi kan mahal".
"Tapi kan mama khawatir, Rio! Sudahlah jangan bantah mama lagi. Pokoknya sekarang ganti baju kamu dan makan siang, setelah itu kita berangkat ke rumah sakit", kata mama. Nadanya acuh. Sama sekali tidak terdengar se-khawatir itu. Sama sekali tidak seperti itu. Seolah itu hanya kewajiban untuk mengatakannya.
Ah, ya. Mama memang seperti itu. Terkadang aku bingung sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya. Ia bukan tipe orang yang lembut dan berkata halus teratur. Ia selalu mengekspresikan kekhawatirannya padaku dengan kata-kata bernada tinggi. Rasanya sakit sekali. Tapi mengingat aku anak laki-laki, kadang kutelan saja pahitnya.
Di perjalanan pulang dari rumah sakit yang membosankan, aku menulis status terbaru di twitter. Hari ini jadi vampir lagi!, tulisku seperti itu. Seminggu sekali aku menulis seperti ini, kadang teman-temanku bingung sendiri lalu menanyakan. Tapi aku akan berpura-pura tertawa dan berkata bahwa itu hanya kalimat iseng pencari perhatian.
"Kamu tunggu disini, mama ada urusan sebentar. Jangan keluar mobil, Rio. Kamu ngerti?", kata mama setelah memarkirkan mobil di depan sebuah perusahaan besar. Aku mengangguk malas tanpa mengalihkan pandangan dari handphone.
Lalu ketika mulai merasa bosan, aku mencari kegiata lain sampai kutemukan agenda kecil yang selalu dibawa zmama kemana-mana, terselip diantara jok yang didudukinya tadi. Mengintip sedikit boleh kan? Ah, pasti boleh. Apa yang sih yang disembunyikan mama dariku? Pasti ini hanya daftar belanja bulanan dan jadwalnya mengikuti kelas yoga dan arisan ibu-ibu satu komplek. Tentu aku boleh lebih daripada sekedar mengintip.
Benar saja, catatan khas ibu-ibu seperti biasanya. Tapi aku tertegun ketika di halaman tengah bagian notes, mama menulis tentangku dan menyelipkan fotoku disana.
Maafkan mama, Rio..
Mungkin beginilah cara mama menyayangimu, dengan menjauhkanmu dari segala hal yang bisa membahayakanmu. Mungkin cara mama salah karena memperlakukanmu seperti anak TK dimana kenyataannya kamu sudah duduk di bangku SMA. Mama tau kamu malu, tapi ini semua untuk kebaikan kamu. Mama gak mau kehilangan kamu.. mama ingin memberikan waktu sebanyak-banyaknya agar mama bisa terus bersama kamu.
Kamu tau ini salah mama, Rio.. dan beginilah cara mama menebusnya.
Namaku Rio. Sejak lahir aku menderita penyakit keturunan bernama Hemofilia. Penyakit terkutuk yang hanya bisa dimiliki oleh laki-laki. Penyakit dimana penderitanya tidak mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan luka di tubuh hingga pendarahan terus terjadi. Ini yang kusebut dengan menjadi vampir, karena aku harus menerima transfusi darah ketika tubuhku hanya tergores sedikit, darah akan mengucur deras dari bagian tubuhku yang terluka itu lalu akan lama berhenti. Melebihi luka seseorang yang mengalami kecelakaan. Tubuhku sering memar kebiruan hanya karena benturan kecil. Rasanya sakit sekali. Sekarang kalian tahu mengapa mama tidak pernah mengizinkanku mengikuti pelajaran olahraga.
Ini juga alasan mengapa aku terlahir sebagai anak tunggal. Aku seharusnya punya adik, tetapi bayi perempuan yang memiliki hemofilia tidak akan pernah bisa terlahir ke dunia. Ia akan meninggal saat masih menjadi janin sebelum dilahirkan. Anak laki-laki yang terlahir sebagai pengidap hemofilia pun tidak pernah ada bersejarah memiliki umur panjang. Itulah juga alasan mengapa mama menyalahkan dirinya sendiri untuk penyakit mengerikan ini. Karena ialah yang berperan sebagai pembawa penyakit ini sedangkan papa adalah laki-laki normal tanpa penyakit keturunan. Satu-satunya alasan mengapa ia merasa bersalah.
Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin peduli lagi. Aku hanya ingin bersama mama, orang yang mungkin paling menyayangiku diseluruh dunia. Aku tidak ingin mama menebus kesalahan apapun, karena Tuhan memang sudah menggariskan seperti ini. Aku bahagia, karena aku adalah bagian dari diri mama.
Aku tak peduli seberapa lama Tuhan memberikan sisa waktuAku tau jelas alasan mama melakukan ini. Mama melarang keras untuk aku melakukan apapun yang berbahaya baginya. Yang bisa membuatku terluka. Bahkan aku tidak pernah mengikuti praktek olahraga di sekolah. Mama melarangku dan mengatakan bahwa itu terlalu beresiko. Sayangnya ini tidak bisa dijelaskan dengan mudah pada teman-teman di sekolah dan aku tetap saja seorang anak laki-laki manja yang bahkan fisiknya tidak kuat untuk sekedar bermain basket atau sepak bola. Padahal bukan seperti itu. Hah..sudahlah.
Akhirnya sampai juga!, teriakku dalam hati. Mama sedang membaca tabloid gosip saat aku memasuki ruang tengah. Sengaja tidak ku tegur, karena memang biasanya mama tidak akrab padaku ataupun papa. "Kenapa kamu jalan kaki? Mama kan udah bilang naek taksi aja. Kalo ada apa-apa gimana?", ujarnya seraya menoleh. Aku menjawab sekenanya, "Males ah. Toh juga ngabisin duit. Naek taksi kan mahal".
"Tapi kan mama khawatir, Rio! Sudahlah jangan bantah mama lagi. Pokoknya sekarang ganti baju kamu dan makan siang, setelah itu kita berangkat ke rumah sakit", kata mama. Nadanya acuh. Sama sekali tidak terdengar se-khawatir itu. Sama sekali tidak seperti itu. Seolah itu hanya kewajiban untuk mengatakannya.
Ah, ya. Mama memang seperti itu. Terkadang aku bingung sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya. Ia bukan tipe orang yang lembut dan berkata halus teratur. Ia selalu mengekspresikan kekhawatirannya padaku dengan kata-kata bernada tinggi. Rasanya sakit sekali. Tapi mengingat aku anak laki-laki, kadang kutelan saja pahitnya.
Di perjalanan pulang dari rumah sakit yang membosankan, aku menulis status terbaru di twitter. Hari ini jadi vampir lagi!, tulisku seperti itu. Seminggu sekali aku menulis seperti ini, kadang teman-temanku bingung sendiri lalu menanyakan. Tapi aku akan berpura-pura tertawa dan berkata bahwa itu hanya kalimat iseng pencari perhatian.
"Kamu tunggu disini, mama ada urusan sebentar. Jangan keluar mobil, Rio. Kamu ngerti?", kata mama setelah memarkirkan mobil di depan sebuah perusahaan besar. Aku mengangguk malas tanpa mengalihkan pandangan dari handphone.
Lalu ketika mulai merasa bosan, aku mencari kegiata lain sampai kutemukan agenda kecil yang selalu dibawa zmama kemana-mana, terselip diantara jok yang didudukinya tadi. Mengintip sedikit boleh kan? Ah, pasti boleh. Apa yang sih yang disembunyikan mama dariku? Pasti ini hanya daftar belanja bulanan dan jadwalnya mengikuti kelas yoga dan arisan ibu-ibu satu komplek. Tentu aku boleh lebih daripada sekedar mengintip.
Benar saja, catatan khas ibu-ibu seperti biasanya. Tapi aku tertegun ketika di halaman tengah bagian notes, mama menulis tentangku dan menyelipkan fotoku disana.
Maafkan mama, Rio..
Mungkin beginilah cara mama menyayangimu, dengan menjauhkanmu dari segala hal yang bisa membahayakanmu. Mungkin cara mama salah karena memperlakukanmu seperti anak TK dimana kenyataannya kamu sudah duduk di bangku SMA. Mama tau kamu malu, tapi ini semua untuk kebaikan kamu. Mama gak mau kehilangan kamu.. mama ingin memberikan waktu sebanyak-banyaknya agar mama bisa terus bersama kamu.
Kamu tau ini salah mama, Rio.. dan beginilah cara mama menebusnya.
Namaku Rio. Sejak lahir aku menderita penyakit keturunan bernama Hemofilia. Penyakit terkutuk yang hanya bisa dimiliki oleh laki-laki. Penyakit dimana penderitanya tidak mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan luka di tubuh hingga pendarahan terus terjadi. Ini yang kusebut dengan menjadi vampir, karena aku harus menerima transfusi darah ketika tubuhku hanya tergores sedikit, darah akan mengucur deras dari bagian tubuhku yang terluka itu lalu akan lama berhenti. Melebihi luka seseorang yang mengalami kecelakaan. Tubuhku sering memar kebiruan hanya karena benturan kecil. Rasanya sakit sekali. Sekarang kalian tahu mengapa mama tidak pernah mengizinkanku mengikuti pelajaran olahraga.
Ini juga alasan mengapa aku terlahir sebagai anak tunggal. Aku seharusnya punya adik, tetapi bayi perempuan yang memiliki hemofilia tidak akan pernah bisa terlahir ke dunia. Ia akan meninggal saat masih menjadi janin sebelum dilahirkan. Anak laki-laki yang terlahir sebagai pengidap hemofilia pun tidak pernah ada bersejarah memiliki umur panjang. Itulah juga alasan mengapa mama menyalahkan dirinya sendiri untuk penyakit mengerikan ini. Karena ialah yang berperan sebagai pembawa penyakit ini sedangkan papa adalah laki-laki normal tanpa penyakit keturunan. Satu-satunya alasan mengapa ia merasa bersalah.
Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin peduli lagi. Aku hanya ingin bersama mama, orang yang mungkin paling menyayangiku diseluruh dunia. Aku tidak ingin mama menebus kesalahan apapun, karena Tuhan memang sudah menggariskan seperti ini. Aku bahagia, karena aku adalah bagian dari diri mama.
Bagiku ada mama disini sudah cukup..
No comments:
Post a Comment