Sejak kecil, gue punya banyak mimpi
tentang masa depan, tentang bakal jadi apa gue nantinya. Mulai dari jadi dokter
karena pengen nolongin orang, jadi penulis simply
karena gue rutin nulis diary,
sampe jadi tour guide profesional
yang kerjaannya mondar mandir keliling dunia. Mungkin ada orang yang cuma punya
satu mimpi seumur hidup yang dia bawa sampe kapanpun tanpa niat untuk merubah
mimpi tersebut, tapi ada juga manusia-manusia super labil seperti gue yang semakin
dewasa malah semakin bingung pengen jadi apa. Nggak mudah untuk bisa jadi
konsisten, ngebawa satu impian terbesar lo seumur hidup dan mati-matian ngejer
itu supaya bisa terwujud. Semakin dewasa, automatically
keputusan yang lo ambil menyita lebih banyak logika daripada perasaan. Itu
juga berarti impian lo akan dipengaruhi oleh hal-hal eksternal selain kemauan
lo sendiri, misalnya keinginan orang tua atau tuntutan lingkungan. Tapi untuk
manusia sejenis gue, bukan hal-hal semacam itu yang bikin impian gue gak pernah
bertahan tetap dalam jangka waktu lama, tapi justru ada banyak hal-hal internal
dari diri gue sendiri yang kadang jadi pengganggu. Misalnya, ada banyak hal
yang gue suka dan gue minatin, dan dari situ juga ada banyak prospek yang bisa
dijadikan pilihan sebagai impian, dan itu makin bikin gue bingung.
Bicara
soal mimpi, gue jadi inget beberapa quotes dari orang atau film yang begitu mengagung-agungkan kekuatan dari sebuah mimpi.
Seperti misalnya Agnes Monica yang jungkir balik meyakinkan orang banyak dengan theory of believing dreams-nya itu.
Dia bilang dengan percaya akan kekuatan sebuah mimpi dan usaha, you could make it happen. Atau seperti
katanya Herjunot Ali di film 5cm, “Mimpi
akan membuat manusia lebih dari sekedar seonggok daging yang punya nama”. Atau yang
paling lucu adalah salah satu kutipan dialog dari novel Melbourne yang masih gue inget sampe sekarang. Saat si cewek gak
rela pacarnya mengejar mimpi terbesarnya di negara orang, si cowok berkata
kira-kira begini; “Hanya karena lo gak punya mimpi, bukan berarti lo bisa
seenaknya menghina dan menghancurkan mimpi orang lain. You are the pathetic person complaining about not having a dream, tentang
gak punya destinasi kehidupan yang jelas karena masih belom tahu siapa elo
sebenarnya. Jadi jangan bawa-bawa gue dalam teori lo yang messed up itu. I’m not like you.”
Dari
semua itu, gue jadi mikir apakah serendah itu derajat orang-orang yang gak
punya mimpi spesifik tentang masa depannya sampe bisa dibilang Cuma seonggok
daging yang punya nama? Bukan berarti gue gak percaya tentang teori mewujudkan
mimpi dan sebagainya, tapi apa yang salah dari orang-orang yang belum bisa
menentukan patokan khusus tentang akan jadi apa dirinya di masa yang akan
datang? Mungkin dalam hidup, lo akan menemukan orang yang seolah hidupnya sudah
terencana dan tertata rapi. Memperoleh gelar cum laude saat lulus kuliah, bekerja di perusahaan ternama dengan
jabatan dan gaji diatas rata-rata, serta menikah sebelum umur kesekian.
Positifnya adalah, orang-orang seperti itu adalah tipe yang konsisten dan
disiplin dalam hidup. Mereka tahu benar apa yang mereka inginkan berikut cara
mewujudkannya, tapi bukan berarti orang yang belum tahu mimpi terbesarnya
adalah orang-orang tanpa tujuan hidup yang jelas. Berani taruhan, inti dari
semua perjalanan hidup yang orang inginkan adalah ending yang bahagia. Tapi
hidup bukan hanya sekedar menjadi bahagia sesuai tata aturan. Terkadang lo juga
harus peduli bagaimana proses menuju kebahagiaan itu. Jadi menurut gue, orang
yang punya banyak keinginan dan mimpi itu hanya belum menemukan apa yang mereka
mau dalam hidup untuk jangka waktu yang lama. Life is a matter of perspective.
Ini
bukan berarti gue gak setuju dengan beberapa quotes yang udah gue sebutin sebelumnya, tapi menurut gue mimpi lo yang tinggi itu gak akan ada gunanya sama
sekali kalo lo gak berusaha bangun dan mewujudkan. Akan mudah bagi mereka untuk
mengajak kita percaya pada mimpi karena tentunya mereka ini sudah sukses atau
setidaknya punya satu mimpi besar yang mereka percayai. But the things is, kita yang menjalani. Mungkin ada banyak yang gak
setuju dengan ini, tapi gue lebih memilih untuk menjadi orang dengan keinginan
yang banyak dan gak terlalu mengangung-agungkan mimpi, daripada jadi orang yang
hanya bisa bermimpi. It couldn’t even make me a better person.
Gue gak mau jadi orang seperti itu.
Mungkin
sampai sekarang kalau ada yang nanya tentang mau jadi apa gue di masa yang
akan datang, gue masih belum bisa
menjawab jelas. Selama ini gue selalu bertanya-tanya tentang banyak hal, kenapa
begini kenapa begitu. Lalu kemudian lama-kelamaan gue jadi sadar, mungkin
sebaiknya gue berhenti bertanya-tanya. I
should stop questioning anything and start doing everything. Lakukan saja
apa yang terbaik yang bisa kita lakukan dan jangan sia-siain semua kesempatan
yang ada di depan mata. Toh juga gak
punya satu mimpi besar gak akan bikin lo jadi pecundang. Bakal jadi apa kita nantinya,
itu urusan belakangan. Bagi sebagian orang mungkin ini aneh, tapi gue lebih
memilih untuk mengendalikan daripada dikendalikan oleh mimpi.
No comments:
Post a Comment