Pernah gak sih lo mikir apakah tempat
dimana sekarang lo berada dan apa yang lo lakuin sekarang udah sesuai dengan
apa yang lo pengen? Am I right there where I supposed to be? Apakah lo masih berada di satu garis lurus yang udah direncanain
sebelumnya atau malah udah melenceng jauh dari jalur? Gue pernah denger banyak
cerita tentang ini. Gimana rasanya beberapa temen gue yang ngaku salah ambil
jurusan bahkan gimana jadinya beberapa orang yang gue kenal jatuh ke rutinitas
pekerjaan yang gak mereka suka sama sekali. Mereka bergerak cuma karena kewajiban,
dan berputar cuma karena rotasi bumi yang memaksa. Hasilnya? Sebagian ada yang
gak pernah merasa puas dan selalu loncat dari satu tempat ke tempat lain,
sebagian lainnya tetap tinggal karena memang gak ada lagi yang bisa dilakuin
selain menerima.
Gue jadi inget waktu lagi iseng-iseng
main ask.fm dan ngejawabin random
questions, tiba-tiba ada pertanyaan kayak gini,
Which
do you think is more important: following the dreams your parents want for you
or following your own dreams?
Gue sempet bingung mau jawab apa. And
then I replied, following the dreams my
parents want for me is one of my own dreams.
Like, seriously. Dulu gue pengen banget
bikin bangga orangtua dengan cara yang mereka mau, dan orangtua gue pengen
banget gue kerja di bidang kesehatan. Cita-cita mainstream layaknya dokter dan
teman-temannya. I was thinking that I could be something more than that, but at
that time I thought being a doctor is
not really bad. They put a lot of expectations on me, and the only thing that I
said is; I will try hard to make your
dreams come true, but deep down this is not my dream. So if I couldn’t make it,
please let me be what I wanna be.
Saat itu gue udah punya target jurusan
yang mau gue ambil. Gue tau jelas apa yang akan gue pilih dan dimana gue akan
berada nantinya. Tapi kembali lagi ke statement awal, gue masih pengen bikin
bangga orangtua dengan cara yang mereka mau. Dan gue nepatin janji untuk usaha
keras supaya apa yang mereka mau bisa terwujud. Jungkir balik gue belajar
mati-matian dan sayangnya usaha keras aja belum cukup, gue belum beruntung.
Orangtua gue masih belum juga nyerah, mereka gak mau ngelepas gue untuk
ngelanjutin kuliah di bidang yang gue suka karena emang gue bakal jauh dari
rumah dan jarang pulang. Mereka minta gue ikut tes di Departemen Kesehatan di
bagian analis, and I passed the test. But.....I refused it.
Gue punya kesempatan untuk bikin bangga
orang tua dengan cara yang mereka mau, tapi sayangnya gue harus nolak. Simply
because itu bukan cara yang gue mau. And then more or less I said like this: I’m so sorry but I’ll take my scholarship
and be what I wanna be. Aku pengen belajar di bidang yang aku suka, dan aku mau
kalian dukung aku. I’ll take this responsibility and I promise I’ll make you
proud with my own way. Hasilnya? Gue mungkin gak punya bayangan akan gimana
jadinya gue sekarang kalo dulu nerima tawaran itu, tapi gue berani bertaruh
bahwa gue yang sekarang jauh lebih baik dari apa yang gue rencanain dulu.
Setidaknya gue belajar di bidang yang gue suka dan dengan itu gue bisa bertanggung
jawab dengan keputusan yang gue ambil sendiri. Soal masa depan? Gak perlu
khawatir, masa depan akan datang dengan sendirinya tanpa perlu diwanti-wanti.
Cukup lakuin dan jadi yang terbaik dari diri lo sendiri.
Kembali ke masalah awal, terkadang pasti
kita bingung kalo ada di posisi terlanjur ada di bidang yang gak kita suka
sedangkan keinginan untuk memberontak semakin besar. Pilihannya cuma ada dua.
Yang pertama, lo harus berani ambil resiko untuk keluar dari zona nyaman dan
kejar apa yang lo pengen. Misalnya lo punya hobi yang bener-bener bikin lo
ngerasa hidup daripada rutinitas yang lo lakuin selama ini, lo selalu punya
pilihan kok, masalahnya apakah lo berani atau nggak. Tapi pastiin baik-baik,
begitu lo keluar dari lingkungan lo yang sekarang, lo gak akan nyesel dan gak
akan bikin kecewa orangtua. Dan pastiin lagi, bahwa lo hanya butuh loncat satu
kali, because too much is just too much.
Lo gak bisa selamanya terus lari demi gengsi atau tuntutan dari lingkungan yang
maksa lo harus jadi apa, kuliah atau kerja dimana cuma karena gengsi pengen ada
di tempat yang dianggap orang lebih baik.
Pilihan yang kedua, lo hanya perlu
menerima. Ironis memang kalo pada akhirnya apa yang lo suka dan minat cuma
bakal jadi hobi, padahal lo punya kesempatan supaya bikin keinginan lo jadi
kenyataan. Terkadang beberapa hal gak perlu dipertanyakan dan lo hanya perlu
menerima bahwa sejak awal ketakutan lo untuk mengambil resiko jauh lebih besar
daripada keinginan lo sendiri. Pada akhirnya lo akan tetap di tempat yang sama
dan tertinggal. Kalo gini solusinya tinggal satu, lo harus bisa bikin seimbang
keduanya. Kewajiban dilakuin, tapi hobi tetep jalan. Emang susah, tapi itu
harga yang harus dibayar karena hidup bakal terus berjalan dan gak peduli lo
suka atau nggak. Life goes on, and you have to make so many decisions in every
step you’ve taken. Intinya, lo bisa memutuskan untuk mencintai apa yang lo
punya sekarang.