Kenangan seringkali
hinggap semaunya. Ia menyelinap diantara lalu lalang manusia yang kita temui di
jalanan, pada lagu lama yang kita dengar di radio, atau pada tempat-tempat yang
kita lalui seiring jalan pulang. Kenangan membawa kita untuk kembali pada tempat,
kejadian, atau orang tertentu. Kita sering bertanya-tanya, kemana perginya
semua kenangan saat suatu peristiwa telah berlalu? Jika ia bisa lenyap begitu
saja, mengapa ia juga bisa tiba-tiba datang tanpa aba-aba?
Kenangan bisa
muncul dengan rasa yang berbeda. Seperti halnya bahagia yang tidak berujung
sama, atau kesedihan yang lama kelamaan akan pupus berganti dengan rela. Kenangan
punya caranya sendiri untuk mengajak kita kembali mengingat bahwa dahulu, pada
suatu masa tertentu, kita pernah berada dalam situasi yang berbeda.
Hari ini, kenangan
menyapaku saat tegukan kopi kedua kalinya.
Kopi pertamaku hari
ini hitam pekat dan tidak terlalu manis, favoritku seperti biasa. Namun ini
kopi hitam pertamaku setelah sekian lamanya terbiasa dengan kopi susu terlalu
manis yang disediakan panitia seminar dan konferensi, jenis kopi yang terpaksa
kuteguk hanya karena aku butuh pasokan kafein. Bagiku, kopi hitam tidak pernah
mengecewakan. Aku rela berlama-lama duduk di kafe tertentu atau di balkon kamar
hanya untuk berteman dengannya.
Tegukan kopi kedua
ini bertepatan dengan terdengarnya sebait lirik lagu dari playlist yang kuputar
secara acak. Lirik lagu yang memaksaku kembali pada peristiwa lalu. Mereka
membawaku pada kopi hitam terakhir yang kuminum pada tempat berbeda, bersama seseorang yang tidak lagi bisa kutemui
sekarang. Kenangan memukulku telak. Ia seolah berusaha menyakinkan bahwa kopi
hitam yang kuminum saat itu lebih enak, lebih berkesan karena tidak diseruput
sendirian.
Aku tercenung
sementara. Mengingat detail dari setiap sudut ruangan saat itu, mengingat
kembali aroma harumnya kopi hitam, dan senyumnya ketika kami bercerita panjang
lebar. Aku menikmati semua kenangan yang datang menyeruak dan menyadari bahwa
aku menginginkannya terulang. Tetapi kenangan tidak meberikanku kesempatan
apa-apa. Ia hanya sekedar lewat seraya berkata bahwa ini hanya selingan di hariku yang
membosankan. Aku tidak bisa kembali pada peristiwa itu sekarang, tidak juga
pada tempat dan senyumnya yang meneduhkan. Waktu dan ratusan kilometer jarak
membatasiku untuk berbalik menghampiri kenangan yang sudah tertinggal di
belakang.
Hari ini, kenangan
membawaku pada kerinduan.